Yang Bijak Sunnah Jenaka, Yang Jenaka Wajib Bijak

Seorang pegawai menghadap majikannya untuk tambahan upah. Dia berkata:

“Tuan telah berjanji akan menambah upah saya”
“Benar, tetapi dengan syarat engkau tidak menimbulkan amarahku”
“Apakah saya telah menimbullkan amarah Tuan?”
“Ya, karena engkau meminta tambahan upah”

Percakapan di atas mengajarkan bahwa kebijaksanaan akan terasa lebih nikmat jika disertai dengan kejenakaan. Orang yang menjadi lawan bicara pun akan terasa geli dan tidak bisa berbuat apa-apa, padahal sebenarnya ingin menolak.

Lawan bicara dipaksa setuju namun dengan cara halus. Pasti ada perasaan marah dan jengkel. Namun tak bisa diungkapkan dengan kata-kata. Mengapa? Karena yang terasa adalah sisi kejenakannya terlebih dahulu. Dengan demikian, kemenangan sudah bisa dipastikan milik siapa.

Kejenakaan akan membuat orang yang diajari/dinasihati tak merasa sedang menjadi obyek dakwah/pengajaran. Yang terasa justru adalah lucu. Istilah gampangnya, “Dapat ikannya, tak keruh airnya”.

Secara umum, ilmu, nasihat, petuah, dan lainnya yang disampaikan dengan cara datar-datar saja (atau bahkan kaku) memang bisa diterima oleh pendengarnya, namun skala keberhasilannya tidak lebih besar daripada yang disampaikan dengan santai, menyenangkan, apalagi jenaka.

Pembelajaraann yang efektif adalah pembelajaran yang menyenangkan. Mereka yang dalam tekanan akan sulit menerima pendidikan. Bukankah para siswa akan senang mengikuti pelajaran ketika sang guru adalah pribadi yang menyenangkan atau lucu?

Bijak dan jenaka adalah dua hal yang berbeda. Bijak adalah satu hal dan jenaka adalah hal yang lain. Penggabungan keduanya adalah sebuah kesempurnaan.

Memang tidak salah dan bukan aib ketika seseorang hanya memiliki salah satunya saja. Mereka yang bijaksana akan tetap bersinar dimanapun berada. Kebijaksaan yang mereka miliki akan bisa menjadi penerang bagi sesama.

Begitu juga dengan kejenakaan. Siapa yang jenaka berarti telah menghibur banyak orang. Namun dalam beberapa kasus, jenaka kadang bisa memecah belah silaturrahim. Misalnya, ketika kejenakaan (dalam hal ini, humor) yang disampaikan atau diperagakan dengan tak beradab dan menyinggng perasaan pihak lain.

Kisah yang penulis cantumkan di awal tulisan ini hanyalah satu dari sekian banyak kisah yang terdapat dalam Yang Jenaka dari M. Quraish Shihab yang ditulis oleh M. Quraish Shihab (hlm. 141). Buku ini sepaket dengan buku M. Quraish Shihab yang lain, Yang Bijak dari M. Quraish Shihab. Maksudnya, meski dua judul, namun buku ini dicetak dalam satu bentuk buku (two in one), dengan posisi depan belakang dan terbalik.

Buku ini merupakan kumpulan kisah, hikayat, quote, peribahasa, dan nasihat yang diambil, disadur, dipersingkat dari berbagai sumber: buku, majalah, koran, dan lainnya. Pengumpulan ini dilakukan oleh M. Quraish Shihab semasa muda ketika berada di Mesir.

Tidak saja dari kalangan muslim, baik klasik atau kontemporer (Nabi, sahabat, khalifah, imam mazhab, dll), buku ini juga berisi tentang kisah dan nasihat dari golongan non-Muslim (Plato, Winston Churchill, Will Durant, dan lain-lain). Ini memberikan isyarat bahwa kebaikan, kebijaksanaan, dan (tentunya) kejenakaan bisa berasal darimana saja. Hal inilah yang hendaknya bisa menjadi inspirasi bagi setiap orang.

Setiap bagian dari buku ini berdiri sendiri. Artinya, satu dengan yang lainnya tidak memiliki keterkaitan sama sekali. Ini memudahkan para pembaca. Halaman berapapun yang dibuka, itu adalah kesatuan yang merupakan awal dan akhir. Rata-rata, satu pembahasan habis dibaca dalam satu dua menit saja.

Siapa yang mengikuti kajian M. Quraish Shihab, baik yang online maupun offline, agaknya sudah bisa merasakan kesan jenaka darinya. Namun lewat buku ini, kesan itu akan terasa lebih segar dan semakin berwarna. Sependek pengetahuan penulis, buku ini adalah satu-satunya buku yang mencerminkan karakter jenaka dari seorang M. Quraish Shihab.

Walhasil, dengan kebijaksanaan, kejenakaan akan semakin berarti dan bermakna. Sebaliknya, dengan kejenakaan, kebijaksanaan akan semakin lentur dan mudah diterima. Kebijaksaan akan lebih afdhal bila disampaikan dengan cara jenaka. Sebaliknya, kejenakaan hendaknya selalu memiliki nilai-nilai kebijaksanaan. Wallahu a’lam.

Identitas Buku:
Judul: Yang Bijak dari M. Quraish Shihab dan Yang Jenaka dari M. Quraish Shihab
Penulis: M. Quraish Shihab
Penerbit: Lentera Hati
Cetakan: 1, Septembe 2014
Tebal: xii + 228 halaman (Bijak) dan xiv + 194 halaman (Jenaka)
ISBN: 978-602-7720-26-8

Mahasiswa Pascasarjana IAT di IIQ Jakarta | + posts

Alumnus Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta.

M. Nurul Huda

Alumnus Pesantren Darussalam Blokagung Banyuwangi dan Pesantren Sunan Pandanaran Yogyakarta.