Mengenang Hikmah Puasa Pasca Ramadhan
Pada dasarnya tidak ada suatu perintah syariat dalam Islam yang terlepas dari hikmah dan tujuan. Seperti misalnya, perintah Salat untuk mencegah seseorang dari perbuatan mungkar dan keji, perintah Zakat bertujuan membersihkan jiwa dari kotoran, serta menjaga pola interaksi sosial dengan mereka yang notabennya orang-orang lemah. Begitu juga dengan puasa yang telah kita lalui bersama. Setidaknya ada beberapa hikmah atau pelajaran dari puasa yang telah kita lalui.
Bulan syawal merupakan momen yang tepat untuk dijadikan bahan introspeksi dan evaluasi diri. Jangan sampai hanya memperoleh rasa lapar dan dahaga saja dari puasa yang telah dilalui, namun juga esensi dan tujuan utama dari puasa itu sendiri. Kita berlindung kepada Allah dari hal-hal yang tanpa arti karena tidak ada sesuatu yang Ia ciptakan dengan sia-sia.
Pada bulan Syawal pasca Ramdhan ini, sudah sepatutnya kita merenungkan apakah kita sudah mendapatkan pelajaran-pelajaran penting dari ibadah puasa yang telah dilalui. Hal pertama yang dapat kita ambil hikmahnya yaitu betapa kita bisa merasakan dan menjiwai untuk meneladani Akhlak Tuhan yang tidak makan dan tidak minum. Betapa Allah tidak butuh terhadap sesuatu bahkan sesuatu itulah yang begitu sangat membutuhkan Allah. Sehingga Sikap ini cocok dengan makna Puasa secara bahasa yaitu al-Imsak (menahan diri, untuk tidak makan dan tidak minum), membiasakan lapar,
Haus pada hari-hari yang lalu bukan berarti tanpa arti, melainkan dengan lapar itulah manusia seharusnya mampu membebaskan diri dari perbudakan-perbudakan nafsu yang seringkali tidak disadari. Kemudian pelajaran berikutnya dan yang tertinggi ialah agar manusia menjadi insan yang bertaqwa, sebagaimana yang demikian adalah janji kemenangan yang termaktub dalam firman-Nya.
Hal ini sejalan dengan arti puasa secara maknawi, bahwa puasa yang sesungguhnya ialah menahan semua anggota tubuh, mata, telinga, lisan dan semuanya yang Allah berikan untuk tidak melakukan dosa. Sehingga pemaknaan puasa yang demikian sangatlah luas, dan lebih menekankan pada pesan moral tentang hikmah dan tujuan berpuasa. Maka kalaulah puasa yang demikian yang dimaksudkan tentu perpisahan kita dengan Ramadhan hanya perpisahan lahiriyah semata. Secara batininiyah, jiwa-jiwa yang selalu mengingat-ingat pesan takwa masih dalam suasana Ramadhan, bahkan mereka berhasil menjadikan bulan-bulan lain menjadi bulan yang penuh keberkahan dan rahmat Allah yang melimpah di dalamnya.
Rasulullah SAW dalam hadisnya, yang keluarkan oleh imam al-Bukhari 256H. Hadis ke 1689, dari Abu Hurairah, r.a. ia Bersabda:
مَنْ لَمْ يَدَعْ قَوْلَ الزُّورِ وَالْجَهْلَ وَالْعَمَلَ بِهِ، فَلَا حَاجَةَ لِلَّهِ فِي أَنْ يَدَعَ طَعَامَهُ وَشَرَابَهُ( رواه البخاري)
Barang siapa yang tidak meninggalkan perkataan yang dusta, bertindak bodoh, dan berperilaku dengannya, maka Allah tidak butuh dari makananan dan minuman yang ia tinggalkan. (HR. Bukhari)
Dalam Riwayat Lain dikatakan:
رُبَّ صَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ صِيَامِهِ إِلَّا الْجُوعُ، وَرُبَّ قَائِمٍ لَيْسَ لَهُ مِنْ قِيَامِهِ إِلَّا السَّهَر (رواه البخاري)
Begitu banyak orang yang berpuasa, mereka tidak mendapatkan apa-apa dari puasanya kecuali rasa lapar dan dahaga, juga begitu banyak yang mendirikan salat malam, mereka tidak mendapatkan apa-apa dari salatnya, melainkan letihnya begadang saja. (HR. Bukari)
Seorang Mukmin yang sejati tentu saja tidak ingin menjadikan puasa sebagai formalitas kewajiban semata, melainkan juga berusaha dan berfikir bagaimana meraih pesan takwa pada dirinya yang menjadi esensi utama dari tujuan puasa. Maka dari itu alangkan indahnya suasana Ramadhan yang selalu melekat pada jiwa-jiwa orang yang tertancap dalam hatinya pesan takwa itu. Detik demi detik, jam demi jam, hari demi hari, bulan demi bulan, mereka selalu merepresentasikan takwa dalam kehidupan yang nyata. Jiwa mereka yang sesungguhnya masih belum berpisah dengan Ramadhan, melainkan hanya perbedaan nama bulan dan hari saja.
Maka dari itu, bergematarlah hatinya jika puasa yang telah dijalankan tidak mengantarnya pada nilai-nilai takwa. Bergetarlah hatinya kalaulah puasa tidak bisa mencegahnya dari perbuatan dhalim dan kriminal antar sesama. Sungguh celakalah para alumnus Ramadhan yang mengabaikan pesan takwa dari kehidupan sehari-hari. Cukuplah Ranking ketakwaan menjadi kebanggaan dan pelajaran berharga dari ibadah puasa yang telah dilalui.
Muhammad Latif
Mahasiswa S1 Uin Syarif Hidayatullah di Jurusan Islamic Studies sekaligus santri di Darussunnah International Institute For Hadith Science, merupakan alumnus Pascatahfidz Bayt Al-Quran angkatan 14 yang sebelumnya mondok di Islamic Boording School Pamekasan.