Meningkatkan Spirit Berqurban di Masa Pandemi

السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

الله أكبر ألله أكبر ألله أكبر (3 x) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون. لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

الحمد لله الذي أنعم علينا وهدانا على دين الإسلام، أشهد أن لا إله إلا الله وحده لا شريك له وأشهد أن محمدا عبده ورسوله. اللهم صل وسلم وبارك على سيدنا محمد سيد المرسلين وعلى آله وصحبه أجمعين. أما بعد.

فيا أيها المؤمنون والمؤمنات، أوصيكم ونفسي بتقوى الله فقد فاز المتقون. واتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون.

فقال تعالى:

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati.” (Qs. al-Hajj: 32)

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ (36) لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ (37)

Unta-unta itu telah Kami jadikan untuk kamu [sebagai] bagian dari syi’ar Allah, kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya. Karena itu, sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat). Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta. Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu supaya kamu bersyukur.

Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu. dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik. (Qs. al-Hajj: 36-37)

KURBAN SEBAGAI SYIAR ALLAH

وَالْبُدْنَ جَعَلْنَاهَا لَكُمْ مِنْ شَعَائِرِ اللَّهِ لَكُمْ فِيهَا خَيْرٌ

“Unta-unta itu telah Kami jadikan untuk kamu [sebagai] bagian dari syi’ar Allah. kamu memperoleh kebaikan yang banyak padanya.”

Ayat ini menegaskan kepada kita semua bahwa kurban bukanlah sebuah ritual biasa yang menjadi tradisi tahunan. Bagi Allah, ibadah kurban adalah hal yang istimewa karena manfaatnya sangat besar untuk hamba-hambaNya, seluruh umat manusia. Karena itu, Allah menyebutnya sebagai [Sya’îrah] min sya’â-irillâh, yaitu syiar-syiar Allah. Keistimewaan kurban bagi Allah bukan berarti bahwa Allah membutuhkannya atau merasa tersanjung dengan ibadah kurban. Tidak! Melainkan, dalam ibadah kurban itu ada banyak sekali kebaikan untuk kita, untuk umat manusia, untuk hamba-hamba Allah (lakum fîhâ khair). Dengan demikian, kurban bukan sekedar ibadah individual-personal, melainkan juga ibadah sosial yang manfaatnya dapat dirasakan secara positif oleh banyak orang. Demikianlah pesan tersirat dari syariat kurban sebagai syiar Allah dalam ayat ini.

Imam al-Biqa’i dalam Tafsir Nazhm al-Durar fî Tanâsub al-Âyât wa al-Suwar mengutip pendapat imam al-Baghawi bahwa makna dari syiar Allah adalah terambil dari kata isy’âr, yaitu menysiarkan, mengumumkan, memberitahukan kepada khalayak publik agar diketahui bahwa seekor binatang itu adalah kurban, untuk dijadikan sebagai ibadah kepada Allah dengan cara disembelih lalu didedikasikan, dihadiahkan, dan dibagikan kepada semua orang, tanpa memandang status apapun; kaya dan miskin, semua dapat menikmatinya.

Imam Mutawalli al-Sya’rawi menjelaskan bahwa kata sya’â-ir adalah bentuk plural dari kata sya’îrah yang artinya adalah tanda-tanda, merek, lambang, slogan, atau biasa juga kita terjemahkan logo atau motto. Semua makna tersebut memiliki inti yang satu yaitu dijadikan agung, terhormat. Logo, lambang, simbol, motto, semua itu adalah hal yang terhormat dan istimewa bagi pemiliknya. Begitu pula dengan hewan kurban, ia adalah binatang yang istimewa bagi Allah. Ia menjadi syiar Allah, tidak lagi menjadi binatang biasa. Hewan yang didedikasikan untuk berkurban (hadyun) menjadi menjadi tanda, simbol, lambang (syi’ar) bagi pekurban bahwa dia adalah hamba Allah yang taat dan patuh. Karena itu, Allah memberinya pahala atas dedikasinya yang tulus untuk mengorbankan binatang terbaik miliknya dalam rangka mendekatkan diri kepada Allah dan berbagi kenikmatan dengan sesamanya.

Semua jenis ibadah pada hakikatnya adalah syiar Allah. Ihram bagi orang yang haji dan umrah adalah syiar Allah. Takbir adalah syiar Allah. Tawaf, Sa’i, melempar jumrah, semua itu adalah syiar Allah. Kurban juga syiar Allah. Semua itu karena Allah mengistimewakan dan mengagungkannya. Karena itu pulalah Allah memerintahkannya kepada kita. Sebab, perintah Allah kepada hambaNya bukanlah karena kebutuhan Allah atau ketidakmampuanNya untuk melakukannya sendiri, melainkan semata-mata adalah karena keistimewaan dan kehormatan untuk hamba-hambaNya. Oleh sebab itulah, Allah memerintahkan kita untuk mengagungkan syiar-syiarNya supaya sang hamba tersebut pun menjadi mulia di sisiNya.

Syiar dalam arti slogan atau jargon dipakai oleh orang-orang Arab dalam peperangan dan ketika bepergian. Arti slogan atau jargon ini juga dipergunakan oleh Nabi Muhmmad saw dalam beberapa hadis. Di antaranya adalah hadis yang diriwayatkan Imam at-Tirmizi,

عن المغيرة بن شعبة، قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «شِعَارُ الْمُؤْمِنِ عَلَى الصِّرَاطِ، رَبِّ سَلِّمْ سَلِّمْ» (رواه الترمذي)

”Syiar (slogan/jargon) orang mukmin pada Sirathal Mustaqim adalah, ‘Ya Allah, selamatkan, selamatkan!’

عن سلمة، قال: «أمّر رسول الله صلى الله عليه وسلم علينا أبا بكر رضي الله عنه، فغزونا ناسا من المشركين فبيتناهم نقتلهم، وكان شعارنا تلك الليلة أَمِتْ أَمِتْ»

Dari Salamah bin Akwa’, “Rasulullah pernah mengangkat Abu Bakar sebagai pimpinan perang di [Hawazin], kemudian kami pun berperang melawan orang-orang musyrik. Jargon kami saat itu adalah “matikan! matikan!”

Syiar dalam arti tanda pengenal, simbol, atau logo dapat terlihat misalnya dalam hadis riwayat Abu Dawud,

عن سمرة بن جندب قال: «كان شعار المهاجرين عبد الله، وشعار الأنصار عبد الرحمن»

“Syiar (simbol) kaum muhajirin adalah Abdullah, sedangkan simbol kaum anshar adalah Abdurrahman.”

Dari sini dapat kita simpulkan bahwa kurban sebagai syiar Allah dapat berarti: [1] binatang kurban yang terbaik sebagai tanda-tanda dan simbol ketaatan yang tulus kepada Allah. [2] Waktu spesial pada hari besar Idul Adha sebagai tanda bahwa ibadah tersebut adalah spesial dan agung, [3] Lantunan takbir sebagai slogan atau jargon ibadah kita pada hari spesial tersebut, [4] salat berjamaah di tempat terbuka bagi laki-laki dan perempuan sebagai simbol kesatuan dan kebersamaan yang juga merupakan hal yang istimewa bagi Allah.

Lebih lanjut, imam Sya’rawi mengaskan bahwa inti dari mengagungkan syiar Allah adalah lebih dari sekedar melaksanakannya. Jika kurban adalah syiar Allah, maka mengagungkannya berarti bukan sekedar melakukan kurban saja, melainkan lebih dari itu. Ini karena hakikat mengagungkan syiar Allah berarti melakukannya dengan penuh kecintaan, kerinduan, ketulusan serta secara totalitas dan sampai pada titik maksimal. Singkatnya, mengagungkan syiar Allah berarti melakukan suatu perintah Allah dengan kualitas yang melebihi standar umum.

Dengan mengagungkan syiar Allah tersebut, harapannya adalah kita dapat sampai (wushûl) kepada Allah, tunduk patuh kepadaNya, dan menyadari kerendahan kita di hadapanNya. Dari sinilah, kita dapat memahami bahwa suatu kemaksiatan yang menyebabkan seseorang mendapati kehinaan dirinya lebih baik daripada ketaatan yang meyebabkan seseorang menjadi sombong dan merasa tinggi.

رُبَّ معصية أورثتْ ذلاً وانكساراً خَيْر من طاعة أورثت عِزاً واستكباراً.

SYIAR-SYIAR ALLAH DALAM IBADAH KURBAN

Dalam rangka mengagungkan syiar Allah tersebut, Allah memerintahkan agar selalu menyebut dan mengingat namaNya,

فَاذْكُرُوا اسْمَ اللَّهِ عَلَيْهَا صَوَافَّ

“Karena itu, sebutlah nama Allah ketika kamu menyembelihnya dalam Keadaan berdiri (dan telah terikat).”

Mengingat dan menyebut nama Allah adalah bagian dari cara termudah bagi kita untuk mengagungkan syiarNya. Lantunan takbir dan dzikir-dzikir lainnya pada setiap aktifitas Idul Adha menjadi bagian terpenting dalam rangka meningkatkan ketakwaan kita sehingga kita semua dapat mengagungkan syiar Allah ini secara sempurna. Pada saat menyembelih hewan kurban, Nama Allah menjadi satu syiar tersendiri yang membuat penyembelihan hewan tersebut menjadi agung, istimewa, dan luar biasa. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, wa Lillâhil-hamd.

Pada ayat selanjutnya, Allah memberi petunjuk lagi kepada kita,

 فَإِذَا وَجَبَتْ جُنُوبُهَا فَكُلُوا مِنْهَا وَأَطْعِمُوا الْقَانِعَ وَالْمُعْتَرَّ

“Kemudian apabila telah roboh (mati), maka makanlah sebagiannya dan beri makanlah orang yang rela dengan apa yang ada padanya (yang tidak meminta-minta) dan orang yang meminta.”

Di antara bentuk lain dari syiar Allah dalam ibadah kurban adalah membagikan daging kurban kepada siapa saja, baik itu kepada orang yang meminta maupun yang tidak memintanya. Daging kurban tidak boleh dinikmati sendiri oleh pekurbannya saja, maupun oleh panitianya saja. Melainkan, ia harus dibagi secara merata.

Dalam bentuk syiar ini terdapat pesan moral-sosial agar sesama manusia harus saling berbagi, tidak pandang status sosial. Egoisme dan individualisme harus “disembelih” hingga benar-benar menghasilkan kepedualian sosial dan kebersamaan yang positif. Tanpa itu, kurban tidak akan bernilai syiar. Tanpanya, hewan yang disembelih tidak akan bernilai kurban, melainkan hanya akan menjadi binatang sembelihan biasa.

Selanjutnya, prinsip syiar Allah dalam ibadah kurban juga terbaca dari lanjutan ayat tersebut di atas, yaitu

كَذَلِكَ سَخَّرْنَاهَا لَكُمْ لَعَلَّكُمْ تَشْكُرُونَ

“Demikianlah Kami telah menundukkan unta-unta itu kepada kamu supaya kamu bersyukur.”

Prinsip dasar dari ibadah kurban adalah syukur. Kurban yang kita persembahkan kepada Allah tidak boleh berujung kepada kekufuran. Kurban yang dilakukan sesuai dengan prsedur syiar-syiar  Allah (sya’â-irillâh) sebagaimana tersebut di atas akan melahirkan rasa syukur kepada Allah, tidak melahirkan kecongkakan, kesombongan, kekufuran dan tidak pula kepailitan.

 

KURBAN DAN SYIAR ALLAH PADA MASA PANDEMI DAN NORMAL BARU

Allahu Akbar wa Lillâhil Hamd

Setelah mengetahui kedudukan kurban sebagai syiar Allah, kini kita patut mencermati lanjutan ayat tersebut di atas.

لَنْ يَنَالَ اللَّهَ لُحُومُهَا وَلَا دِمَاؤُهَا وَلَكِنْ يَنَالُهُ التَّقْوَى مِنْكُمْ

“Daging-daging unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan) Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya.”

Dalam ayat lain, Allah berfirman

ذَٰلِكَ وَمَن يُعَظِّمْ شَعَائِرَ اللَّهِ فَإِنَّهَا مِن تَقْوَى الْقُلُوبِ

“Demikianlah (perintah Allah). dan Barangsiapa mengagungkan syi’ar-syi’ar Allah, maka Sesungguhnya itu timbul dari Ketakwaan hati.” (Qs. al-Hajj: 32)

Betapapun cara-cara untuk mengagungkan syiar Allah melalui ibadah kurban itu telah kita penuhi, namun ada satu hal yang harus kita ingat. Bahwa, pengagungan syiar-syiar Allah tersebut harus dilandasi oleh ketakwaan kepadaNya. Hanya itu yang membuat kurban kita diterima dan mencapai keridaan Allah.

Takwa merupakan sebuah sikap menjaga diri dari hal-hal yang tidak disukai oleh Allah serta berusaha untuk melakukan hal-hal yang membuat Allah rida. Cara praktisnya adalah menjalankan perintah Allah dan menjauhi larangannya.

Kurban adalah perintah Allah dan syiar Allah. Berbagi daging kurban adalah perintah Allah dan syiarNya. Menjaga kesehatan fisik juga merupakan perintah Allah, juga menjadi syiarNya jika lakukan dengan penuh cinta, ketulusan, dan kerinduan kepada rahmat dan ridaNya.

Di masa pandemi Covid-19 ini tentu kedudukan kurban sebagai syiar Allah tidaklah berubah. Namun pada masa pandemi ini, yang bertepatan dengan hari raya Idul Adha, juga terdapat syiar-syiar Allah dalam bentuk yang lain. Kurban bukanlah satu-satunya syiar Allah. Ia hanya sebagian dari jenis syiar Allah (min sya’â-irillâh). Saling tolong-menolong dalam menjaga kesehatan dan keselamatan dari Covid juga merupakan bagian dari sya’â-irillâh yang harus diagungkan. Karena itu, bagaimana caranya agar kita dapat mengagungkan syiar-syiar Allah yang bermacam-macam dan terjadi dalam satu waktu sekaligus, sedangkan kemampuan kita terbatas, baik itu dibatasi oleh kondisi sosial, kondisi ekonomi, kondisi alam, hingga kondisi kesehatan karena pandemi ini.

Tentu, prinsip mengutamakan yang lebih besar manfaatnya dan minim resikonya adalah hal yang harus dikedepankan. Di masa pandemi Covid-19 ini, kita masih tetap dapat mengagungkan syiar-syiar Allah secara baik dan benar, yaitu:

  1. Bagi para pemimpin, tokoh masyarakat, dan orang-orang yang memiliki kelebihan harta dapat tetap mengagungkan syiar Allah dengan cara berkurban, lalu dibagikan kepada orang-orang yang terdampak wabah Covid.

Nabi Muhammad mencontohkan hal itu. Sebagai pemimpin umat, kurban beliau dapat dijadikan untuk lebih dari satu hingga tujuh orang, meskipun dengan hanya seekor kambing.

وعن جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ: صَلَّيْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عِيدَ الْأَضْحَى، فَلَمَّا انصَرَفَ أَتَى بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ، فَقَالَ: «بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهِ أَكْبَرُ، اللَّهُمَّ هَذَا عَنِّي وَعَمَّنْ لَمَّ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِي» (رَوَاهُ أَحْمَدُ وأبو داود والترمذي)

Dengan begitu, masyarakat yang tidak mampu berkurban, tetap dapat memperoleh keutamaan kurban, yaitu kurban yang diselenggarakan oleh pemimpinnya. Namun, hadis ini hanya berlaku untuk seorang pemimpin, tidak berlaku untuk setiap individu.

  1. Bagi masyarakat biasa yang tidak memiliki kemampuan untuk berkurban, baik karena terdampak oleh pandemi Covid maupun oleh faktor lain, maka hendaklah tetap mengagungkan hari raya Idul Adha ini dengan memperbanyak takbir dan berbagi kebaikan dengan sesama.
  2. Hari raya ini juga termasuk hari-hari Allah (ayyâmillâh), yang juga merupakan syiar Allah. Jadi, ia harus kita agungkan dengan segenap kebaikan yang mampu kita lakukan.

عن ابن عباس قال: قال رسول الله صلى الله عليه وسلم: «ما من أيام العمل الصالح فيها أحب إلى الله من هذه الأيام» يعني أيام العشر، قالوا: يا رسول الله، ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: «ولا الجهاد في سبيل الله، إلا رجل خرج بنفسه وماله، فلم يرجع من ذلك بشيء»

  1. Dalam konteks pandemi seperti hari ini, syiar Allah yang harus diagungkanya hendaknya tidak terfokus hanya kepada hewan kurban saja. Kita tahu bahwa saat ini semua orang terdampak oleh wabah Covid-19. Sehingga, jenis lain dari syiar-syiar Allah harus kita agungkan untuk menggantikan syiar ibadah kurban yang tidak dapat terlaksana oleh sebagian di antara kita. Misalnya, dengan tetap saling menjaga kesehatan, tetap saling mensupport antar satu sama lain, baik itu dukungan dalam materi maupun non-materi. Semuanya itu adalah dalam rangka tolong-menolong, ta’âwun ‘alal birr wat taqwa, yang juga menjadi syiar Allah, terutama di masa pandemi ini. Bahkan, boleh jadi dalam kondisi seperti ini, kurban binatang tidak lebih penting daripada menolong para korban covid-19. Sehingga, menolong korban Covid-19 dalam hal ini menjadi syi’âr Allah yang paling penting untuk diagungkan saat ini.

Prinsip terpenting dari hal itu semua adalah mengagungkan Allah melalui apa yang telah Allah anugerahkan kepada kita.

كَذَلِكَ سَخَّرَهَا لَكُمْ لِتُكَبِّرُوا اللَّهَ عَلَى مَا هَدَاكُمْ

Demikianlah Allah telah menundukkannya untuk kamu supaya kamu mengagungkan Allah terhadap hidayah-Nya kepada kamu.

Jika kita diberikan hidayah melalui kesehatan, maka marilah kita agungkan Allah dan syiar-syiar Allah melalui kesehatan. Jika anugerah itu berupa harta, maka marilah kita agungkan Allah dan syiar-syiarNya melalui harta itu, dan seterusnya.

Satu hal lagi, di masa pandemi ini, bentuk syiar Allah yang juga harus kita junjung tinggi adalah selalu memberikan motivasi dan hiburan kepada orang-orang yang berbuat baik. Semua orang di antara kita ini pada prinsipnya sedang berusaha menjadi baik dan lebih baik. Karena itu, marilah sama-sama kita saling memberi motivasi terbaik dan kabar-kabar gembira yang positif.

وَبَشِّرِ الْمُحْسِنِينَ

“dan berilah kabar gembira kepada orang-orang yang berbuat baik.”

Demikianlah, Allah menutup pesanNya tentang mengangungkan syiar berupa ibadah kurban, baik di masa pandemi maupun di luar masa pandemi.

Semoga kita semua dapat menjadi pribadi-pribadi yang senantiasa bertakwa dan dapat mengagungkan Allah, syiar-syiar Allah, serta senantiasa bersyukur atas segala karunia yang Allah berikan kepada kita, dan juga senantiasa berbuat baik kepada apa saja dan kepada siapa saja. Dengan modal ketakwaan itulah kita bisa selamat dan sehat di dunia, secara jasmani dan ruhani, serta selamat dan sehat di akhirat menggapai Rida Allah subhanahu wa Ta’ala.

جَعَلَنَا اللهُ وَإِيَّاكُمْ مِمَّنْ وَيُعَظِّمُ شَعَائِرَهُ ويُعْلِيْ كَلِمَاتِهِ بِالْقُرْبَان. فَيَتَقَدَّمَ بِنَا بَلَدُنَا إِنْدُوْنِيْسِيَا تَقَدُّمًا طَيِّبًا يُرْضِيْ رَبَّنَا الْمَنَّان، وَرَزَقَنَا وَإِيَّاكُمْ بِالْغُفْرَان. وَبَارَكَ لَنَا وَإِيَّاكُمْ بِمَا فِي اْلقُرْآن، وتَقَبَّلَ مِنَّا وَمِنْكُمْ تِلَاوتَهُ إِنَهُ هُوَ البَرُّ الرَؤُوْفُ الرَحْمَنْ.

Khutbah Kedua

الله أكبر ألله أكبر الله أكبر (3) لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

الله أكبر كبيرا والحمد لله كثيرا وسبحان الله بكرة وأصيلا. لا إله إلا الله ولا نعبد إلا إياه مخلصين له الدين ولو كره الكافرون. لا إله إلا الله وحده صدق وعده ونصر عبده وأعز جنده وهزم الأحزاب وحده. لا إله إلا الله والله أكبر، الله أكبر ولله الحمد.

الحمد لله وحده صدق وعده، والصلاة والسلام على رسول الله، سيدنا محمد بن عبد الله، وعلى آله وصحبه ومن والاه، ولا حول ولا قوة إلا بالله. أما بعد

فيا أيها الناس، اتقوا الله تعالى واعلموا أن يومكم هذا يوم عظيم فأكثروا من الصلاة على النبي الكريم، فإن الله وملائكته يصلون على النبي يا أيها الذين آمنوا صلوا عليه وسلموا تسليما.

وقال تعالى: يا أيها الذين آمنوا اتقوا الله حق تقاته ولا تموتن إلا وأنتم مسلمون.

وقال صلى الله عليه وسلم: اتق الله حيثما كنت وأتبع السيئة الحسنة تمحها وخالق الناس بخلق حسن.

اللهم صل وسلم على سيد المرسلين وعلى آله وأصحابه أجمعين والتابعين وتابعي التابعين ومن تبعهم بإحسان إلى يوم الدين وارحمنا معهم برحمتك يا أرحم الراحمين.

اللهم اغفر للمسلمين والمسلمات والمؤمنين والمؤمنات الأحياء منهم والأموات.

اللهم حبب إلينا الإيمان وزينه في قلوبنا وكره إلينا الكفر والفسوق والعصيان واجعلنا من الراشدين

اللهم ادفع وارفع عنا البلاء والوباء والغلاء والفحشاء والفتن والمحن ما ظهر منها وما بطن عن بلدنا إندونيسيا خاصة وعن سائر البلدان عامة، إنك على كل شيء قدير.

اللهم سلمنا وسلم أهلنا وسلم أهل بلدنا من هذا الوباء ومن وباء كورونا برحمتك يا أرحم الراحمين.

اللهم ارحم أمة محمد، اللهم أصلح أمة محمد، اللهم فرّج عن أمة محمد، واكتب السلامة على الحجاج والمعتمرين والمضحّين والمسافرين في برك وبحرك وجوك برحمتك يا أرحم الراحمين.

ربنا ظلمنا أنفسنا وإن لم تغفر لنا وترحمنا لنكونن من الخاسرين.

ربنا آتنا في الدنيا حسنة وفي الآخرة حسنة وقنا عذاب النار. ربنا تقبل منا إنك أنت السميع العليم وتب علينا إنك أنت التواب الرحيم. والحمد لله رب العالمين.

والسلام عليكم ورحمة الله وبركاته

Kepala Madaris di Darussunnah Sittu Sanawat Ciputat. | + posts

Bergelar doktor dalam bidang hadits dan tradisi kenabian yang menyelesaikan jenjang S1, S2 dan S3 nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah nyantri dan menimba Ilmu Agama di Ponpes Darussalam Ngrembeng Jombang, dan mendapatkan keilmuan Hadits secara langsung dari pakar Hadist Indonesia (Alm) KH. Ali Mustofa Ya’qub, MA.

Ahmad Ubaidi Hasbillah

Bergelar doktor dalam bidang hadits dan tradisi kenabian yang menyelesaikan jenjang S1, S2 dan S3 nya di UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Pernah nyantri dan menimba Ilmu Agama di Ponpes Darussalam Ngrembeng Jombang, dan mendapatkan keilmuan Hadits secara langsung dari pakar Hadist Indonesia (Alm) KH. Ali Mustofa Ya’qub, MA.